Puisi (Pujangga Elegi Sunyi)

※ AKU SANG SYAIR ※

Akulah sang syair
yg mengalir dari hulu rindu
Terbias dari bercak bercak warna suram

Menembus pori pori bumi, melanglang disekujur lembah
Menggelar wajah duka dihamparan hening
Menyelam dalam dalam lautan kepedihan

Akulah sang syair
yg lelah mengartikan makna perjalanan kasih
Menembus barisan waktu, menguak tabir legam yg tersentuh
Berpaling diantara bayangan gurun nan tandus
Mengitari peta lusuh yg tlah mengapung di permukaan telaga
Menjemput selarik bayang disela kemilau butiran air

Dusta Janji

tertepis sudah belantara duka
mustaid air simbahan rawa
melayang bak impian muram
terempas dalam lara mujarap

puas sudah nestapa itu lahir
merasuki kembang-kempis nadi
mengobrak-abrik isapan hati
menujah mofet mistis
Hancur!

raga gundah gulana
tak tergelak dalam nyata
diam seribu bahasa
meringis perih mebara

ku ikhlaskan kau pergi
meninggalkan aku sendiri
tanpa senyum manis
biar aku hujat duri
sendiri!

berharaplah saja kau bahagia
menemukan cinta yang baru manis hangat
namun tetaplah ingat
kelak, temui daku yang mengkhayal hangat

kembalilah menepis ruang rindu
bersama janji sucimu!
7 maret 2011 lalu
sumpah serepah aku menunggu

Puisi


BERCERMIN DIRI

Tatkala kudatangi sebuah cermin
Tampak sesosok yang sangat lama kukenal dan sangat
sering kulihat

Namun aneh ,sesungguhnya aku belum mengenal siapa yang
kulihat
Tatkala
kutatap wajah ,hatiku
bertanya . Apakah
wajah ini yang
kelak akan
bercahaya bersinar
indah di surga
sana ?

Ataukah wajah ini
yang kelak akan
hangus legam di neraka Jahannam
Tatkala
kutatap mata,nanar hatiku bertanya
Mata inikah yang akan menatap
penuh kelezatan dan
kerinduan….

3 Ciri Orang Ikhlas

Jika ada kader dakwah merasakan kekeringan ruhiyah, kegersangan ukhuwah, kekerasan hati, hasad, perselisihan, friksi, dan perbedaan pendapat yang mengarah ke permusuhan, berarti ada masalah besar dalam tubuh mereka. Dan itu tidak boleh dibiarkan. Butuh solusi tepat dan segera.

Jika merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah, kita akan menemukan pangkal masalahnya, yaitu hati yang rusak karena kecenderungan pada syahwat. “Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj: 46). Rasulullah saw. bersabda, “Ingatlah bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka seluruh tubuhnya baik; dan jika buruk maka seluruhnya buruk. Ingatlah bahwa segumpul daging itu adalah hati.” (Muttafaqun ‘alaihi). Imam Al-Ghazali pernah ditanya, “Apa mungkin para ulama (para dai) saling berselisih?” Ia menjawab,” Mereka akan berselisih jika masuk pada kepentingan dunia.”
Karena itu, pengobatan hati harus lebih diprioritaskan dari pengobatan fisik. Hati adalah pangkal segala kebaikan dan keburukan. Dan obat hati yang paling mujarab hanya ada dalam satu kata ini: ikhlas.

Surat Untuk Sahabat


Dear my best friend I had ever..
Syukur yang tak pernah henti atas segala anugrah yang telah diberikanNya kepadaku, sehingga menggugah hati ini untuk menyapamu melalui surat ini. Pengorbanan luar biasa yang dilakukan oleh Baginda Nabi Muhammad Saw. dalam memperjuangkan keutuhan umatnya, juga menguatkanku untuk menuliskan kalimat-kalimat perjuangan dalam bingkai yang (semoga) masih diizinkanNya.
Apa kabar, sahabat?
Mungkin mulai detik ini hingga waktu yang tidak dapat ditentukan, sapaan itu yang akan kutujukan untukmu. Toh dulu kita pernah menjadi sahabat yang saling mengingatkan dalam kebaikan bukan?
Sebelumnya, aku memohon maaf atas kelancanganku mengirimimu surat yang mungkin tidak pernah diharapkan. Karena memang tidak mudah untuk membacanya, apalagi menuliskannya. Aku hanya perlu mengungkapkan sesuatu yang dahulu pernah aku tutup rapa-rapat dan aku sesali itu. Tapi tujuan dari surat ini bukanlah sebuah penyesalan, tetapi sebuah ungkapan terimakasih, dari lubuk hatiku yang terdalam. Aku tak peduli, setelah ini bagaimana pandanganmu terhadapku. Tapi bagiku kau tetap sahabatku.
Aku juga ingin mengabari sebuah berita bahagia. Mungkin kau sudah mendapatkannya dari teman kita yang lain. Tapi rasanya aku ingin mengabarimu secara khusus, karena kau sahabatku bukan? Ya, dalam minggu ini aku akan menggenapkan separuh agamaku. Allah telah memilihkanku seseorang yang ia pun yakin akan pilihan itu. Begitu juga aku. Semoga kau berkenan menghadirinya.
Kalau boleh sedikit mengulas masa lalu, aku sempat berharap bahwa kaulah yang Allah pilihkan untukku. Percakapan kita, perjalanan kita seolah meyakinkanku bahwa sosok sepertimulah yang akan mendampingiku. Mungkin karena rasa yang terlalu mendominasi sehingga kadang rasio yang kumiliki tidak berjalan dengan semestinya. Aku terlalu nyaman dan aku pun merasakan kau demikian. Meski hingga detik ini, aku tidak pernah memahami dengan jelas bagaimana perasaanmu kepadaku.
Tapi bukankah mata tidak dapat berbohong, sahabat. Kau boleh mengejekku terlalu percaya diri terhadap ucapanku setelah ini. Tapi aku merasakan bahwa kau pun memiliki perasaan yang sama dengan yang aku rasakan. Meski rasiomu jauh lebih tinggi dan dapat mengalahkannya.
Aku tau, aku bersyukur bahwa saat itu, rasa yang kumiliki berkembang untukmu. Karena kita memang memiliki prinsip yang sama untuk tidak mengucapkan komitmen apapun. Pertemuan kitapun ala kadarnya, bersama dengan teman-teman yang lain. Meski terkadang ada pembicaraan serius yang hanya dapat aku sampaikan padamu, tapi itu sebatas masalah pekerjaan bukan? Kita tidak pernah berbicara tentang aku maupun tentang kamu. Dan apapun tentang perasaan itu.
Aku selalu meyakini, bahkan hingga detik ini bahwa segala hal yang berhubungan dengan perasaan memang tak perlu diucapkan, hanya perlu dirasakan. Karena pertemuannya ada di langit, bukan di bumi. Maka jika memang ada yang bergetar, maka itulah hasilnya, sebuah karunia yang tak tergantikan.
Awalnya, aku memang tidak mau mengakui bahwa aku punya perasaan yang bahkan akupun tak pernah tau apa namanya. Aku tutup serapat mungkin dan sembunyikan sedalam-dalamnya di hatiku. Tak ada yang boleh tau. Bahkan mungkin ujung jempolku pun tak pernah kukabari. Tapi ternyata tidak bisa seperti itu. Perasaan itu adalah fitrah yang Allah berikan kepada kita sebagai manusia. Mungkin lisanku bisa berkata tidak, tetapi hatiku tetap bilang iya.
Maka setelah itu aku menyadari bahwa getaran itu ada untukmu. Tak perlu kujelaskan bagaimana rasanya, karena aku tau kau pun merasakannya. Bukankah kau pernah bilang bahwa naluri dan firasat mengalahkan segala hal yang dapat dibuktikan dengan logika. Maka firasat inilah yang meyakiniku bahwa kau memiliki getaran yang sama, seperti yang aku miliki.

Surat Masa Lampau


Langkahku terhenti saat hati mulai mencair karena rindu. Tataplah mentari, karena hari ini semuanya harus kita akhiri. Genggamlah jariku, karena mungkin kita tak mungkin kembali ke masa-masa ini. Masa di mana dunia adalah milik kita berdua. Peluk tubuhku, karena sungguh... aku ingin.. semua tidak berakhir.
Pertama ku sentuh warnamu, saat hati ini gersang, penuh dengan debu. Seperti Oase yg bangkitkan hasrat untuk berbagi angan. Kamu hadir bawakan aku cinta. Kamu buat aku tertunduk, merenung, dan menatap jauh ke dalam mata indahmu. Sungguh, aku telah tenggelam dan hanyut dalam lautan cinta terlarang ini.
Saat kututup mataku, terbersit keinginan untuk bawa kamu jauh kedalam kehidupanku. Saat kuyakinkan hati ini bahwa kamu mampu bertahan dengan semua keadaanku saat ini. Selalu ada sesuatu yang memaksa aku berfikir kembali untuk melangkah lebih jauh. Sampai di titik ini, aku harus menjawab “Mengapa hatiku sering bimbang?”
Jujur! Dari dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku katakan “Aku sayang kamu, Aku cinta Kamu, Aku akan selalu rindu padamu.” Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada padamu, hingga buatlah kamu benci padaku karena perasaanku ini.

Cerpen


Lebih Cepat Lebih Baik

Semakin hari dilema kehidupan semakin nelangsa. Kehidupan wanita yang kelam ini semakin bimbang. Berjalan goyah. Hingga tak mengerti arah tujuan berpijak. Rasanya hampa. Bahkan kosong. Rara melihat Rina yang masih duduk lesu ditempat duduknya sepulang sekolah. Ingin menghampirinya tapi tak sampai hati untuk mendekatinya. Rina teman yang baik, ceria, suka berbagi, dan sifatnya yang sangat dewasa. Namun, setelah tahun 2011 lalu, sifatnya berubah drastis menjadi lebih diam. Entahlah. Tak ada yang tau mengapa Ia begitu. Beban apapun itu, semua Ia genggam sendiri. Kubulatkan tekadku untuk menghampirinya.
Rin, kamu baik-baik saja?” tanyaku halus. Rina kaget dan bingung tersentak dari
lamunannya.
Oh, eh, ehmm, engga kok, Rin. Hehehe !” jawabnya dengan mengalihkan pertanyaan.
Aku semakin bingung dengan jawaban itu. Aku berfikir sejenak.
Rin, balik bareng aja yok?”  ajakku.
Iya deh, Ra !” jawabnya.
Akhirnya kami berdua meninggalkan ruang kelas. Hening. Tak ada satupun yang angkat bicara. Sampai di koridor kelas XIIA.

Artikel



Mempunyai rambut sehat dan indah adalah dambaan setiap wanita tak terkecuali bagi wanita yang menggunakan jilbab, karena bagi wanita muslimah menutup aurat adalah kewajiban salah satunya ialah rambut. Akan tetapi sering kali wanita yang menggunakan jilbab mempunyai masalah dengan rambut seperti kerontokan, ketombe, lepek, dan bahkan rambut yang berbau.

Saat ini banyak wanita muslim yang memutuskan menggunakan jilbab dalam kesehariannya.. Karena memang wanita muslim mempunyai kewajiban menutup aurat seperti rambut, leher, telinga, dan kepala. Akan tetapi bukan berarti rambut yang di tutupi jilbab tidak di rawat justru harus lebih diperhatikan.

Banyak orang beranggapan bahwa merawat rambut yang ditutupi jilbab sangat sulit.. Mungkin karena rambut yang ditutupi jilbab jarang terkena udara.. Bahkan bagi yang mempunyai rambut panjang harus dikuncir atau dikonde setiap hari, sehingga menyebabkan rambut patah. Karena selalu tertutup rambut juga sering lembab dan panas sehingga bisa menyebabkan kerontokan bahkan berketombe.

Cerpen


Lebih Cepat Lebih Baik

Semakin hari dilema kehidupan semakin nelangsa. Kehidupan wanita yang kelam ini semakin bimbang. Berjalan goyah. Hingga tak mengerti arah tujuan berpijak. Rasanya hampa. Bahkan kosong. Rara melihat Rina yang masih duduk lesu ditempat duduknya sepulang sekolah. Ingin menghampirinya tapi tak sampai hati untuk mendekatinya. Rina teman yang baik, ceria, suka berbagi, dan sifatnya yang sangat dewasa. Namun, setelah tahun 2011 lalu, sifatnya berubah drastis menjadi lebih diam. Entahlah. Tak ada yang tau mengapa Ia begitu. Beban apapun itu, semua Ia genggam sendiri. Kubulatkan tekadku untuk menghampirinya.
Rin, kamu baik-baik saja?” tanyaku halus. Rina kaget dan bingung tersentak dari
lamunannya.
Oh, eh, ehmm, engga kok, Rin. Hehehe !” jawabnya dengan mengalihkan pertanyaan.
Aku semakin bingung dengan jawaban itu. Aku berfikir sejenak.
Rin, balik bareng aja yok?”  ajakku.
Iya deh, Ra !” jawabnya.
Akhirnya kami berdua meninggalkan ruang kelas. Hening. Tak ada satupun yang angkat bicara. Sampai di koridor kelas XIIA.
Rin, makan es krim atau ke tepi pantai ya ?” tanyaku iseng.
Kalau menurutku lebih enak ke tepi pantai. Aku juga pengen ke sana. Disana itu kita bisa berinteraksi dengan alam dan bercerita. Bahkan kita bisa puas menangis mengungkapkan hasrat ini.“ Jawab Rina.
Mendengar penjelasan itu aku memiliki ide untuk membawanya ke pantai. Berharap dia mau bercerita. Suasana kan bisa merubah mood kita. Langsung saja aku tarik tangan Rina ke parkir sekolah. Saat dia mengelak, ku genggam tangannya. Ku bawa dia. Ku berikan helm. Dan menyuruhnya untuk duduk di belakangku. Menujulah aku ke pantai terdekat.
Ra, mau di bawa kemana aku?” tanyanya bingung.
Udah, lihat aja nanti !” jawabku ketus tanpa menghiraukan lagi.
Aku membawa motor dengan kecepatan tinggi. Kencang. Rina sudah mulai menikmati perjalanan. Wajahnya lebih cerah, cantik. Seperti yang dahulu. Terlihat binar ketenangan dari wajahnya. Bibirnya yang tipis membuatnya lebih manis ditambah lesung pipit di kanan-kirinya.
Lama sudah perjalanan. Sampai juga di sebuah pantai yang maha besar. Rina pun langsung berjalan ke tepi pantai. Meninggalkanku. Dia berjalan seperti di tuntun. Mengikutinya. Memperhatikannya. Hampir mendekati gelombang. Dia duduk tertunduk. Ku menghampirinya dan duduk di samping Rina. Dia meneteskan air mata. Menangis. Tangisannya buncah ketika ku angkat wajahnya. Dia memelukku erat. Ku belai lembut badannya. Membiarkannya menangis.
Apa aku salah? Bahkan durhakakah aku? Membenci benih-benih cinta orang tuaku. Mengapa ku tak rela? Satu demi satu semua hilang, impianku terjerat.” Tuturnya lembut.
Tercengang mendengar keluhannya itu. Jadi, ini yang dia pendam. Batinku.
Rin, tidak kamu tidak salah, tidak durhaka. Mulailah dengan sabar ikhlas dan meneRina. Tak perlu dengan emosi. Perlahanlah semua itu akan menghasilkan hal yang baik.“ Nasihatku.
Masih mengumpat ia dalam tangisnya. Mungkin dia masih  mencerna akan semua kata-kataku.
Allah, pasti memberikan jalan yang terbaik buatmu. Ada hikmah di setiap cobaan yang engkau dapatkan. Cobalah perlahan. “Tuturku lagi.
“Ra, sampai kapan ya?” tanyanya. Seraya duduk menatap matahari yang mulai tertidur di ufuk.
Ibarat matahari, kamu masih siang sedikit lagi. Sedikit Engkau akan ikhlas, Rina.” Jelasku

* * *

Di rumah Rara masih tercengang dengan kata-kata Rina. Apa faktor yang menyebabkan Rina seperti itu. Namun,Rara mengurungkan niat untuk berkata malam ini. Membiarkan Ria tenang.

* * *

Sujud syukur  yang telah Rina lakukan dan telah menjadi kebiasaan menjadi penutup dalam shalatnya. Rina yang merupakan perempuan dan anak BH (broken home) ini telah rapuh. Membenci kandungan. Namun, ingin ikhlas karena semua pasti yang terbaik. Membahagiakan Bunda.
Kehidupan kasih sayang yang kurang, membuat Rina lelah dan putus asa. Tak ada tempat berbagi rasa,senang dan sedih. Ketika bercerita dengan kawan. Tak ada yang mampu membuatnya tenang dengan mantap. Hanya dia! Satu lelaki yang merubah taraf  hidup Rina.
“ Bang, aku ingin bercerita. Aku kalut dengan keadaan. Aku ingin menangis. Menepis. Bersandar sejenak di pundakmu. Namun, kini kau telah lupa tentangku. Hasratku. Kenanganku. Aku butuh abang. Aku ingin bercerita. Semua. Aku mau nasihat Abang. Yang buatku damai. Tentram “ gumamku memandang boneka yang Abang berikan.
Rina terisak. Membayangkan semua. Dosa. Kesalahan. Kebekuan hati. Sampai mata tertutup rapat. Tertidur. Mengaharapkan Abangnya.

* * *

Rin! Bangun sudah jam 6.” Teriak Bunda Rina membangunkan. Tanpa menggubris,Rina pun bangun dan bersiap berangkat sekolah.
“ Bunda, Rina berangkat. “ pamitku pada Bunda seraya mencium pipi dan tangan.
Berlari. Menghilang dari pelupuk mata Bunda. Tertegun menatap wajah Bunda. Rasanya ingin memeluk. Meminta maaf. Bahkan bersujud atas keras hati ini. Aku sayang Bunda. Jeritku dalam dada.
Ambang pintu sekolah sudah terlihat. Canda tawa kawan-kawan yang membuatnya iri. Ingin rasanya tertawa bebas. Lepas. Sebebas apapun yang dapat membuatnya lupa akan segala hal yang merumbuk hati dan perasaannya.

* * *

Sastra apapun yang ada adalah petuah yang dapat membuatku semakin tegar. Diriku adalah tulisanku. Sajak dan syair bulan itu. Menandakan betapa penting sastra dalam hidupku. Pelajaran Bahasa Indonesia ini membahas tentang sastra. Semuapun membuat syair dan pada akhirnya menjadi penilaian. Ku tulis sajak diri.

            Tergores keras kawanan janji
            Tak terbilang peliknya hidup
            Mengikhlaskan bukan hal mudah
            Membalik tangan
            Bukan! Bukan itu!
            Menerima ikhlas dan memaafkan
            …..

Tak tersadar aku menjadi pusat perhatian Rara. Bingung menatapku.
“ Rin,masih mikirin yang kemarin?” tanya Rara.
Aku hanya senyum kecut mengiyakan pertanyaanya. Setelah bel berdentang. Tanpa pamit aku meninggalkan sekolahku.

*** 9 bulan ***

Hari itu, Bunda masuk Rumah Sakit. Operasi. Melahirkan jabang bayi yang telah Ia kandung selama ini 9 bulan. 9 bulan Ia mengandung, menopang berat,membinaku. Ikhlas. Masya Allah, sangatlah keji diriku.
Pukul 03.00 dini hari, dokter membedah isi perut Bunda. Menyakitkan. Melukai. Menyisahkan sayatan-sayatan Tuhan. Ku menagis di atas sujud tahajudku. Berdo’a memohon ampun. Meminta Bunda dan jabang bayi itu selamat. Membiarkan Tuhan berikan hal yang ikhlas.
Lahirlah bayi Adik laki-lakiku. Besar. Gendut. Putih bersih. Dalam ingkubator  yang hangat. Inginku membelainya. Memohon maaf.
Bunda!”, tersentak.
Ayah! Di mana Bunda! Dimana?” teriakku.
“Tenang sayang, Bundamu sedang istirahat menanti 2 jam lagi bius itu hilang. Sabar ya
sayang.”

***

Semu


Dalamnya laut bukanlah ukuran untuk bercinta
Hitam putihnya cinta manalah tahu isi hatimu.
Coba kau tanya pada diri sendiri siapa yang salah,
Gagal yang dulu awal dari sebuah cinta yang suci.
Alloh m’beri pelangi di setiap badai,
senyum di setiap airmata,
berkah di setiap cobaan,
lagu indah di setiap tarikan nafas
dan jawaban di setiap doa.


Cerpen 200 kata

Keberanian dan Kesabaran
Pagi buta yang dingin, membuat semua orang malas bekerja seperti biasanya. Seperti pria paruh baya yang hanya penganguran ini. Hari-harinya hanya bermalas-malasan. Sementara anak semata wayang dan istrinya berusaha menghidupi keluarga. Tak kenal lelah mencari nafkah halal kesana kemari. Sebut saja “Pak Jum”, ia hanya membentak, meminta ini dan itu tanpa pernah member nafkah. Anaknya saja berhenti bersekolah. Tak punya hati sudah. Manusia setan durjana. 
Ketika terik membakar kulit pekerja keras. Beliau duduk santai dengan asap-asap  yang meyekat perokok pasif. Membuat hutang keluarga semakin menumpuk. Hingga malam menyapa beliau tidak sedikitpun mencari keluarganya. Saat istri dan anaknya kembali membawa makan, “Ini makan buat saya, kan!” membentak hingga anaknya menangis dan diam karena takut dipukuli. Hanya diam dan sabar yang mereka lakukan setiap hari melawan ‘Pak Jum’